KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya kepada kami, sehingga kelompok kami berhasil menyelesaikan makalah
ini yang Alhamdulillah selesai tepat pada waktunya yang berjudul “INDONESIA
PADA MASA REFORMASI”.
Makalah
ini berisikan tentang sejarah bangsa Indonesia, khususnya sejarah Indonesia
pada Masa Reformasi. diharapkan makalah ini dapat menambahkan pengetahuan kita
semua, bagaimana kehidupan masyarakat dan system pemerintahan pada masa itu.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu, kritik
dan saran dari guru dan teman-teman yang bersifat membangun , selalu kami
harapkan demi lebih baiknya makalah ini.
Akhir
kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi segala usaha kita, Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Sliyeg, 26 Agustus 2012
Penyusun
Tujuan
Dengan
dibuatnya makalah ini kami berharap dapat mencapai tujuan yang kami inginkan
yaitu, dapat mempelajari dan memahami perkembangan masyarakat Indonesia pada
masa reformasi dan sekaligus mengerjakan tugas yang diberikan guru sejarah
(Bpk.Drs.Ismail)yang kami hormati.
Semoga
makalah yang kami buat dapat memberikan manfaat kepada siswa-siswi SMAN 1
Sliyeg khususnya kepada kelompok kami sendiri agar menjadi siswa-siswi yang
lebih dapat menghargai nilai-nilai dari sejarah Indonesia.
INDONESIA PADA MASA REFORMASI
Gerakan Reformasi di Indonesia
yang terjadi pada pertengahan tahun 1998 di dorong oleh banyak faktor. Faktor
pertama adalah keterpurukan ekonomi sebagai akibat terjdinya krisis moneter
yang melanda kawasan Asia. Berbagai bentuk penyimpangan ekonomi yang terjadi
pada masa Orde Baru membuat krisis di Indonesia menjadi sangat berat dan
berkepanjangan. Hal tersebut menunjukan bahwa pembangunan ekonomi oleh
pemerintah RI di bawah Orde Baru rapuh. Faktor lain adalah tersumbatnya
aspirasi politik rakyat dan ketidak adilan di bidang hukum. Kondisi ini membuat
masyarakat yang di motori oleh mahasiswa berani menyuarakan pergantian
pemerintah. Meski di awalnya gerakan yang menuntut diadakanya reformasi
dihadapi oleh aparat keamanan dengan tindakan represif sehingga jatuh korban,
namun gerakan dari hari ke hari justru semakin besar. Krisis kepercayaan rakyat
terhadap pemerintah Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun. Keberhasilan
gerakan reformasi membawa Indonesia memasuki era baru yang lebih demokratis dan
diharapkan mampu mencapai tujuan yang diinginkan.
A.
BERAKHIRNYA
PEMERINTAHAN ORDE BARU
1.
Faktor
Penyebab Munculnya Reformasi
Setelah Orde Baru memegang kekuasaan dan
mengendalikan pemerintah, muncul satu keinginan untuk terus menerus
mempertahankan kekuasaanya atau “status quo”. Hal ini menimbulkan ekses-ekses
negative, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya
berbagai macam penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan
ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh
pemerintah Orde Baru. Penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukannya itu
direkayasa untuk melindungi kepentingan penguasa, sehingga hal tersebut selalu
dianggap sah dan benar, walaupun merugikan rakyat. Adapun faktor-faktor yang
mendorong munculnya reormasi, yaitu :
a.
Krisis
Politik
Di bidang politik pemerintah Orde Baru memiliki cara
tersendiri untuk menciptakan stabilitas yang diinginkan, salah satunya dengan
menjadikan Golkar sebagai mesin politik. Di dalam tubuh Golkar terdapat tiga
jalur yang menjadi tumpuan kekuatanya, yaitu ABRI, birokrat dan glkar (jalur
ABG). Tidak mengherankan jika Golkar selalu menjadi pemenang dalam
pemilu-pemilu selama Orde Baru. Keberadaan Golkar yang sebenarnya diperlukan sebagai
sarana dan arena penyalur aspirasi rakyat, ternyata dijadikan sebagai alat
kekuasaan atau alat penguasa untuk melanggengkan kekuasaanya.
Sistem perwakilan pun bersifat semu, bahkan hanya
dijadikan sarana untuk melanggengkan sebuah kekuasan secara sepihak. Dalam
setiap pemilihan Presiden melalui lembaga MPR, Soeharto selalu terpilih.
Otoriterianisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara termasuk kehidupan politik. Banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR
tidak mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya. Hal ini terjadi karena
demokratisasi dibangun melaui KKN.
Ketidakberesan juga dapat dilihat dari konsep
Dwifungsi ABRI yang telah berkembang menjadi kekaryaan. Peran kekaryaan ABRI
semakin masuk dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bidang-bidang yang seharusnya masyarakat berperan lebih besar ternyata
ditempati oleh personil TNI/Polri seperti jabatan lurah, bupati, walikota dan
gubernur pada masa Orde Baru banyak diduduki oleh militer. Dunia bisnispunbahkan
tak luput dari intervensi TNI/Polri.
Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa
tidak percaya kepada institusi pemerintah, DPR dan MPR. Ketidakpercayaan itulah
yang mendorong munculnya gerakan reformasi. Kaum reformis yang dipelopori oleh
kalangan mahasiswa yang didukung para dosen dan rektornya mengajukan tuntutan
untuk mengganti presiden, reshuffle kabinet
dan menggelar Sidang Istimewa MPR serta melaksanakan Pemilu secepatnya. Gerakan
reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi total disegala bidang, termasuk
keanggotaan DPR dan MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.
Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan
pembaharuan terhadap “lima paket undang-undang politik yang dianggap sebagai
sumber ketidakadilan” yaitu :
Ø
UU No. 1 tahun 1985 tentang
pemilu
Ø
UU No. 2 tahun 1985
tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR/MPR
Ø
UU No. 3 tahun 1985
tentang Partai Politik dan Golongan Karya
Ø
UU No. 5 tahun 1985
tentang Referendum
Ø
UU No. 8 tahun 1985
tentan Organisasi Massa
Setahun sebelum pemilihan umum tahun 1997
diselenggarakan pada bulan mei, situasi politik di Indonesia mulai memanas.
Pemerintahan Orde Baru yang didukung oleh Golkar berusaha untuk memenangkan
Pemilu secara mutlak seperti pemlu-pemilu sebelumnya. Sementara itu
tekanan-tekanan terhadap pemerintahan Orde Baru di masyarakat semakin
berkembang biak dari kalangan politisi, cendekiawan dan mahasiswa. Tuntutan
masyarakat terhadap perubahan kebijakan pemerintah tentang masalah politik,
ekonomi dan hukum terus bergulir seperti bola salju. Keberadaan partai-partai
yang ada di legislative seperti PPP, GOLKAR dan PDI dianggap tidak mampu
menampung dan memperjuangkan aspirasi rakyat.
Kondisi dan situasi di tanah air semakin memanas
setelah terjadi peristiwa kelabu pada “27 Juli 1996” yang berawal dari adanya
konflik internal di tubuh PDI. Peristiwa tersebut berupa penyerangan kantor
pusat PDI yang diduduki oleh kubu Megawati
oleh kelompok PDI yang dipimpin oleh Suryadi.
Bentrokan kedua kubu tersebut menimbulkan korban baik harta maupun jiwa.
Sepanjang tahun 1996 terjadi pertikaian sosial dan
politik di dalam kehidupan masyarakat,
seperti pada bulan Oktober 1996 terjadi kerusuhan di Situbondo (Jawa Timur),
bulan Desember 1996 terjadi kerusuhan di Tasikmalaya (Jawa Barat) dan di
Sanggau Ledo (Kalimantan Barat) yang meluas ke Singkawang dan Pontianak.
Terjadinya ketegangan politik menjelang pemilihan umumtahun 1997 telah menjadi
pemicu terjadinya kerusuhan baru yaitu konflik antar agama dan konflik antar
etnis yang berbeda. Pada bulan Maret 1997 terjadi kerusuhan di Pekalongan dan
meluas ke berbagai wilayah di Indonesia. Menjelang akhir kampanye pemilihan
umum 1997 meletus kerusuhan di Banjarmasin yang memakan banyak korban jiwa.
Pemilu tahun 1997 dimenangkan secara mutlak oleh
Golkar, PPP berhasil menambah kursi, sementara suara PDI menurun secara
drastis. Kemenangan Golkar tentu saja kembali menghantarkan Soeharto mejadi
Presiden RI untuk priode 1998 – 2003. Namun dikalangan masyarakat yang dimotori
oleh para mahasiswa berkembang satu arus yang sangat kuat menolak pencalonan
kembali Soeharto menjadi presiden. Akibatnya timbul tekanan terhadap
kepemimpinan Soeharto yang datang dari para mahasiswa dan kalangan intelektual.
Di samping itu, larangan beroposisi terhadap pemerintah telah menimbulkan penculikan-penculikan
terhadap para aktivis mahasiswa dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
b.
Krisis
Hukum
Pelaksanaan hukum di Indonesia pada masa
pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Misalnya, kekuasaan
kehakiman yang dalam pasal 24 UUD 1945 dinyatakan sebagai badan yang memiliki
kekuasaan yang bebas dan terlepas dari kekusaan pemerintah (independen). Akan
tetapi dalam kenyataanya kekuasaan kehakiman berada dibawah kekuasaan
pemerintah, sehingga pengadilan menjadi lembaga yang sulit untuk memberi
keadilan bagi rakyat. Jadi dapat dikatakan selam pemerintahan Orde Baru
hakim-hakim menjadi pelayan para penguasa, bahkan hukum sering dijadikan alat
untuk membenarkan tindakan dan kebijakan pemerintah atau sering terjadi
rekayasa dalam proses peradilan apabila proses tersebut menyangkut diri
penguasa, keluarga dan kerabat atau pejabat negara. Hal ini dapat dilihat pasca
jatuhnya Presidan Soeharto, hukum tidak bisa menjerat para konglomerat dan
politisi nakal yang telah menggunakan uang rakyat. Hal ini jelas menunjukan
bahwa hukum telah diciptakan untuk keuntungan pemerintah yang berkuasa.
c.
Krisis
Ekonomi
Krisis moneter yang melanda negar-negara di kawasan
Asia Tenggara sejak Juli 1996, juga mempengaruhi perkembangan perekonomian di
Indonesia. Perekonomian yang dibangun pemerintah Orde Baru ternyata rapuh dan
tak mampu menahan badai krisis moneter tersebut. Di pasaran mata uang dunia
nilai rupiah terus merosot terhadap dolar Amerika. Sebagai gambaran, pada tahun
1996 nilai rupiah terhadap dollar adalah Rp. 6.000 per $ US dan pada bulan
Desember 1997 rupiah terpuruk hingga posisi Rp. 6.400 per $ US. Memasuki tahun
1998 kemerosotan nilai rupiah semakin drastis. Pada tanggal 13 April nilai
rupiah mencapai Rp. 8.000 per $ US, pada tanggal 17 Mei rupiah mencapai Rp.
12.800 per $ US, bahkan dalam perdagangan valuta asing nilai rupiah terperosok
dalam Rp. 16.000 per $ US.
Krisis moneter memicu terjadinya kemerosotan ekonomi
secara meluas. Perbankan nasional terpuruk dan banyak bank beku operasi (BBO).
Dunia usaha, khususnya usaha kecil dan menengah (UKM), tidak berkutik dan
banyak gulung tikar. Pemutusan hubungan kerja (PHK) tampak terjadi di banyak
tempat. Harga sembilan bahan kebutuhan pokok (Sembako) yang menjadi kebutuhan
masyarakat sehari-hari melambung tinggi, bahkan sempat menjadi kelangkaan.
Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda
masyarakat, seperti terjadi di wilayah Irian Barat (Papua). Nsa Tenggara Timur
dan termasuk di beberapa daerah di Pulau Jawa. Sementara itu, untuk mengatasi
kesulitan moneter, pemerintah meminta bantuan IMF. Namun, kucuran dana dari IMF
yang sangat diharapkan oleh pemerintah Indonesia belum terealisasi, walupun
pada tanggal 15 Januari 1998 Indonesia telah menandatangani 50 butir
kesepakatan (Letter of intent atau LOI) dengan IMF.
Sebenarnya, pada saat yang bersamaan krisis moneter
terjadi pula di beberapa negara. Krisis ini merupakan imbas dari ekonomi global
yang diduga di sebabkan oleh perilaku spekulan. Krisis moneter terjadi di Korea
Selatan, Filipina, Thailand, malaysia dan Indonesia. Jika dibandingkan dengan
negara-negara Asia tersebut, Indonesia sangat merasakan dampak paling buruk.
Hal ini disebabkan oleh rapuhnya fondasi perekonomian Indonesia. Crony capitalism, demikian istilah untuk
meyebut pembangunan ekonomi Indonesia selama perjalanan Orde Baru, telah
membuat struktur ekonomi menjadi rapuh terhadap gejolak-gejolak eksternal.
Krisis moneter dan ekonomi merebak semakin meluas
dan menjadi krisis multidimensional. Di tengah situasi semakin melemahnya nilai
rupiah, aksi massa, aksi buruh, dan aksi mahasiswa juga terjadi di mana-mana.
Merak menuntut agar pemerintahan segera mengadakan pemulihan ekonomi, sehingga
harga-harga sembako turun, tidak lagi ada PHK dan lain sebagainya.
“Faktor
lain yang menyebabkan krisis ekonomi” yang melanda Indonesia tidak terlepas
dari masalah :
v Utang Luar Negeri Indonesia
Utang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya utang
negara, namun sebagian merupakan utang swasta. Utang yang menjadi tanggungan
negara hingga 6 Februari 1998 yang disampaikan Radius Prawira pada Sidang Dewan
Pemantapan Ketahanan Ekonomiyang dipimpin Presiden Soeharto di Bina Graha,
mencapai 63,462 milliar dollar Amerika Serikat, sedangkan utang pihak swasta
mencapai 73,962 milliar dollar Amerika Serikat. Ketika krisis moneter melanda
dan nilai rupiah jatuh kepercayaan luar negeri pada Indonesia menjadi tipis
akibat utang luar negeri tersebut. Para pedagang luar negeri tidak percaya lagi
pada importer Indonesia yang diangga tidak akan mampu lagi membayar barang
dagangan yang mereka jual. Hampir semua negara tidak menerima letter of credit
(L/C) dari Indonesia. Keadaan ini juga dipengaruhi oleh situasi perbankan
Indonesia yang dianggap tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta
tingginya kasus kredit macet.
v Penyimpangan
Pasal 33 UUD 1945
Pemerintah Orde Baru memiliki tujuan menjadikan
Indonesia sebagai negara industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi
sebenarnya di masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan agraris dengan tingkat penidikan rata-rata
masih rendah. Maka cukup sulit mengubah Indonesia menjadi negara industri dan
rendahnya tingkat pendidikan sebagian besr masyarakat Indonesia menyebabkan
mereka sulit memperoleh kesempatan kerja.
Sementara itu, pengaturan ekonomi pada masa
pemerintahn Orde Baru sudah jauh menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila.
Dalm pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa “dasar
demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan
atau kepemilikan anggota-anggota masyarakat”. Sebaliknya sistem ekonomi
yang berkembang pada masa Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang
dikuasai oleh para konglomerat dengan berbagi bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai dengan korupsi dan kolusi.
v Pola
Pemerintahan Sentralistis
Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh
pemerintah Orde Baru bersifat sentralistis yakni semua bidang kehidupan
bernegara diatur secara sentral dari pusat pemerintahan yaitu Jakarta. Oleh
sebab itu pemerintah pusat sangat menentukan dalam berbagai kehidupan
masyarakat. Hal tersebut juga dalam pengelolaan kekayaan daerah, dimana
sebagian besar kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke pusat. Demikian juga
untuk bidang pers yang polanya adalah sentries, karena pemberitaan dari Jakarta
(pusat) harus menjadi berita utama. Sifat emberitaa juga merupakan pemberitaan
satu arah.
d.
Krisis
Kepercayaan
Krisis moneter, merebaknya KKN, ketidakadilan dalam hukum, ketimpangan
ekonomi atau bisa disebut sebagai krisis multidimensional yamg melanda bangsa
Indonesia telah mengurangi kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan Orde Baru
yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Di saat krisis moneter melanda Indonesia
ternyata pemerintah tidak dapat berbuat banyak sehingga harga-harga sembako
yang melambung tinggi bahkan langka membuat masyarakat semakin tidak percaya
pada pemerintah. Di saat ekonomi sulit pemerintah mengumumkan kenaikan harga
BBM., maka rakyat menjadi semakin rapuh kepercayaannya pada kepemimpinan
Presiden Soeharto. Maka terjadilah demonstrasi-demonstrasi dari para mahasiswa
yang puncaknya terjadi Semanggi yaitu tewasnya empat mahasiswa Trisakti oleh
terjangan peluru dari aparat keamanan yang bermaksud untuk membubarkan
demonstrasi mahasiswa.
Tragedi Semanggi mendorong munculnya solidaritas
di kalangan masyarakat dan kampus yang
menentang kebijakan pemerintah yang tidak demokratis dan tidak berpihak pada
rakyat. Tragedi ini juga menyulut terjadinya kerusuhan dan pejarahan yang
terjadi “13 dan 14 Mei 1998” yang terjadi di Jakarta dan Solo. Kerusuhan
menimbulkan banyak korban baik harta maupun jiwa terutama dari warga keturunan
Cina yang menjadi sasaran amuk massa.
B.
PERKEMBANGAN
POLITIK DAN EKONOMI PADA MASA REFORMASI
1.
Munculnya
Gerakan Reformasi
Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan
perikehidupan lama dengan perikehidupan barudan secara hukum menuju kearah
perbaikan. Reformasi merupakan formulasi menuju Indonesia baru dengan tatanan
baru. Tatanan gerakan reformasi pada mulanya disuarakan dari kalangan kampus
yaitu mahasiswa, dosen maupun rektor. Situasi politik dan ekonomi Indonesia
yang demikian terpuruk mendorong kalangan kampus tidak hanya bersuara melalui
mimbar bibas di kampus, namun akhirnya mendorong mahasiswa turun ke jalan.
Gerakan reformasi yang dipelopori oleh para mahasiswa tersebut mengusung enam agenda
reformasi yaitu:
a. Adili
Soeharto dan krono-kroninya
b. Amandemen
UUD 1945
c. Penghapusan
Dwifungsi ABRI
d. Otonomi
daerah yang seluas-luasnya
e. Supremasi
hukum
f. Pemerintahan
yang bersih dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)
2.
Kronologi
Reformasi
Pada tanggal 29 Mei 1997, Indonesia melaksanakan
Pemilu yang dimenangkan secara mutlak oleh Golkar. Awal Maret 1998 MPR hasil
Pemilu melaksanakan Sidang Umum dan memilh Soeharto kembali menjadi Presiden RI
dan B.J. Habiebie sebagai Wakil Presiden. Selanjutnya Presiden Soeharto
membentuk Kabinet Pembangunan VII yang memiliki tugas untuk menyelesaikan PJPTI
I dan mempersiapkan Indonesia untuk lepas landas menuju negara industri. Namun
ternyata perekonomian Indonesia mengalami kemerosotan dan diperparah krisis
moneter dan masalah sosial yang semakin menumpuk.
Memasuki bulan Mei 1998, para mahasiswa yang
didukung oleh dosen diberbagai daerah mulai menggelar demonstrasi dan aksi
keprihatinan yang menuntut turunya harga sembako, penghapusan KKN dan turunya
Soeharto dari kursi kepresidenan.gerakan reformasi secara kronologi diawali
dari peristiwa-peristiwa sebagai berikut:
a. Pada
22 Januari 1998 rupiah melemah terhadap dollar Amerika Serikat. Nilai mata uang
rupiah menembus angka Rp. 17.000 per dollar.
b. Pada
12 Februari 1998 Presiden Soeharto mengangkat Wiranto menjadi Panglima ABRI.
c. 5
Maret 1998 Ketua Senat “Mahasiswa Universitas Indonesia” (MUI) ke gedung
DPR/MPR untuk menyampaikan sumbangan pikiran mengenai reformasi. Perwakilan
mahasiswa UI diterima oleh fraksi ABRI (TNI).
d. 10
Maret 1998 Soeharto kembali terpilih sebagi Presiden yang ketujuh kali
didampingi oleh B.J. Habibie sebagai Wapres.
e. 4
Mei 1998 Harga BBM melonjak 71% yang diikuti dengan kenaikan tarif
transportasi. Tiga hari kemudian terjadi kerusuhan di Medan yang menelan korban
enam orang tewas.
f. 9
Mei 1998 Presiden Soeharto berangkat ke Kairo Mesir untuk menghadiri pertemuan
negara-negara berkembang G-15.
g. 12
Mei 1998 di Jakarta terjadi aksi unjuk rasa oleh para mahasiswa. Di dalam aksi
unju rasa di Universitas Trisakti ini dipihak mahasiswa jatuh korban 4 (empat)
orang yang meninggal. Keempat mahasiswa itu adalah “Elang Mulia Lesmana, Hery
Hartanto, Hendriawan Sie dan Hafidin Royan”. Selain itu terdapat korban
luka-luka yang terdiri atas puluhan mahasiswa dan rakyat yang turut dalam unjuk
rasa.
h. 13
Mei 1998 kerusuhan massa terjadi di Jakarta dan Solo. Presiden Soeharto yang
sedang menghadiri pertemuan negara-negara berkembang G-15 di Mesir memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Etnis
thionghoa mulai eksodus meninggalkan Inonesia.
i.
14 Mei 1998 Demonstrasi
ian bertambah besar dan merebak dihampir berbagai kota di Indoneisa. Para
demonstran mengepung dan menduduki gedung-gedung DPRD.
j.
17 Mei 1998 di hotel
Wisata, Jakarta, Nurcholish Madjid dalam jumpa pers menggulirkan ide untuk mempercepat
pemilu (paling lambat tahun 2000). Menteri Sekretaris Negara pada saat itu
adalah Saaidilah Mursjid tertarik dengan ide itu.
k. 18
Mei 1998 pukul 15.00 WIB Saadilah Mursjid mengundang Nurcholish madjid ke
kantor Sekretaris Negara untuk menjelaskan gagasanya. Pada pukul 20.30
Nurcholish Madjid bertemu dengan Presiden Soeharto, ia mengatakan bahwa rakyat
menghendaki Presiden Soeharto turun dar kursi kepresidenan. Presiden Soeharto
menanggapi dengan menyatakan bersedia untuk mundur dan meminta untuk bertemu
dengan beberapa tokoh dari berbagai kalangan.
l.
19 Mei 1998 Presiden
Soeharto mengumumkan akan membentuk komite Reformasi, mereshuffle kabinet dan
pemilu akan dipercepat.
m. 20
Mei 1998, perwakilan 27 senat mahasiswa perguruan tinggi seluruh Indonesia berdialog
dengan pimpinan DPR untuk meminta kepastian kapan Presiden Soeharto mundur.
Harmoko sebagai pemimpin DPR/MPR memberikan jawaban dalam waktu secepatnya,
mungkin jum’at (22 Mei 1998). Kalau sampai hari itu tidak ada tanggapan, maka
pimpinan majelis akan mengundang pimpinan fraksi untuk membahas kemungkinan
pelaksanaan Sidang Istimewa MPR.
n. 21
Mei 1998, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya dan acara dilanjutkan dengan
pelantikan B.J. Habibie menjadi Presiden menggantikan Soeharto.
C.PERKEMBANGAN POLITIK
SETELAH 21 MEI 1998
1. Pengangkatan Habibie menjadi Presiden
Republik Indonesia
Setelah B.J Habibie dilantik menjadi
presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 mei 1998 dan sesuai janji yang di
ucapkannya, maka tugasnya adalah memimpin bangsa Indonesia dengan memperhatikan
secara sungguh-sungguh aspirasi masyarakat yang berkembang dalam pelaksanaan
refirmasi. Habibie bertekad untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas
dari KKN.
Adapun
langkah-langkah yang di lakukan oleh Habibie yaitu:
a. Pembentukan
Kabinet
Pada
tanggal 22 mei 1998 Presiden ke-3 Indonesia Prof .B.J. Habibie telah membentuk
cabinet baru yang di namakan Kabinet Reformasi Pembangunan. kabinet itu terdiri
atas 16 menteri, yang meliputi perwakilan dari militer (ABRI), Golkar, PPP dan PDI.
Pada
tanggal 25 mei 1998 diadakan pertemuan pertama kabinet Habibie, membentuk
komite untuk merancang undang-undang politek yang lebih longgar, menjadikan
pemilu dalam waktu setahun dan menyetujui pembatasan masa jabatan presiden dua
periode (dua kali lima tahun). Upaya tersebut mendapat sambutan positif.
b. Upaya
Perbaikan Ekonomi
Habibie
menjadi presiden diwarisi krisis ekonomi yang cukup parah. Agar bangsa
Indonesia dapat segera keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan Habibie
berusaha melakuakn langkah-langkah untuk memperbsiki ekonomi. Langkah-langkah
tersebut diantara sebagai berikut:
a.
Merekapitulasi
perbankan
b.
Merekonstruksi
perekomonian nasional
c.
Melikuidasi
beberapa bank bermasalah
d.
Menaikan
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika hingga di bawah 10.000,-
e.
Mengimplementasikan
reformasi ekonomi yang di syaratkan IMF.
c. Reformasi
di Bidang Politik
Kedudukan
B.J Habibie sebagai Preside nada yang pro dan ada yang kontra. Hal tersebut
merupakan kewajaran dalam kehidupan berpolitik di suatu Negara. Di era
reformasi presiden Habibie mengupayakan politik di Indonesia dalam kondisi yang
trasparan dan merencanakan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur
dan adil sehingga dapat di bentuk lembaga tinggi Negara yang betul-betul
representative.
Dalam
pemilu yang di selenggarakan presiden Habibie terntata rakyat dapat menyalurkan
aspirasinya sehingga bermunculan partai-partai politik sebanyak 45 partai. Hal
ini berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya hanya terdiri dari tiga orsospol
peserta pemilu. Di bidang politik Habibie juga membebaskan narapidana politik
di antaranya yaitu sri Bintang Pamungkas, manan anggota DPT yang masuk penjara
karena mengkritik Presiden Soeharto, serta Muhtar Pakpahan , pimpinan buruh
yang di jatuhi hukuman karena di tuduh memicu kericuhan di Medsn than 1994.
Disamping itu, Habibie juga mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh
independen.
d. Kebebasan
Menyampikan Pendapat
Pada masa
pemerintaha Habibie, orang bebas mengeluarkan pendapat di muka umum. Presiden Habibie
memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik dalam
bentuk rapat-rapat umum ataupun unjukrasa atau domenstrasi. Namun khusus
demonstrasi, setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan demostrasi
hendaknya mendapatkan izin dari kepolisian dan menentukan tempat untuk
demostrasi tersebut. Hal ini dilakukan Karena pihak yang menyatakan bahwa
“untuk kepentingan umumpejabat polri dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya
dapat bertindak sesuai penilaiannya sediri.
Untuk menjamin kepastian hokum bagi para pengunjuk rasa,
pemerintah bersama DPR berhasil merampungkan perundang undangan yang mengatur
tentang pengujuk rasa atau demonstrasi. Undang undang yang berkaitan dengan hal
itu adalah UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan menyampaikan Pendapat di
Muka Umum.
Adanya
undang-undang tersebut menunjukkan bahwa pemerintah memuli pelaksanaan system
demokrasi yang sesungguhnya, yaitu dengan memberikan kelonggara atau kebebasan
kepada masyarakan untuk mengemukakan apa yang di inginkan.
e. Refomasi
di Bidang Hukum
Pemerintahan
Presiden Habibie bertekad melakukan refomasi hokum sesuai dengan aspirasi yang
berkembamg di masyarakat. Salah satu tahap untuk reformasi hokum, beliau
melakukan rekontruksi pembongkaran atas watak bangunan hokum Orde Baru.
Pembongkaran atas aturan hokum berupa undang-undang, peraturan pemerintah,
maupun peraturan meteri yang di buat swlama dasawarsa terakhir memerlukan kerja
keras dan ekstra hati-hati dari pengambilan keputusan. Langkah itu di maksudkan
untuk menghindari adanya sekedar pergantian kemasan hokum, tetapi isi dan
substansinya sama.
f.
Masalah dwifungsi ABRI
Menanggapi
munculnya gugatan terhadap peran Dwifingsi ABRI menusul lengsernya Soeharto
dari kursi kepresidenan, ABRI
bergegas-gegas melakukan reorientasi dan reposisi peran sospolnya.
ABRI
berkehendak mereformasi diri, yang sudah dilakukannya dengan dirumuskannya
paradigma baru, termasuk keinginan menarik deri dari peran berbagai posisi
sipilnya.
Namun di
banyak kalangan, termasuk para mahasiswa belum merasa puas dengan paradigm baru
yang di rumuskan ABRI. Mereka tetap menuntut di hapuskannya dwifungsi ABRI
secara menyeluruh, termasuk perannya dalam mengambil keputusan di DPR.
Di era
reformasi ABRI yang duduk dalam MPR jumlahnya sudah di kurangi yaitu dari 75
orang menjadi 38 orang. ABRI yang semula terdiri atas empat angkatan termasuk
pori, mulai tanggal 5 mei 1999 polri resmi memisahkan diri dari ABRI menjadi
Kepolisian Negara. Istilah ABRI berubah menjadi TNI, yang terdiri dari angkatan
laut, darat dan udara.
g. Sidang Istimewa MPR
Siding
istimewa MPR adalah salah satu jalan untuk membuka kesempatan menyampaikan
aspirasi rakyat. Dalamsidang istimewa yang di selenggarakan tanggal 10-13
November 1998 MPR di harapkan benar-benar menyuarakan aspirasi masyarakat
dengan debat yang lebih segar, lebih terbuka dan bisa menampung pendapat dari
berbagai lapisan masyarakat.
Pada saat
itu, siding istimewa MPR menghasilkan 12 ketetapan , yaitu sebagai berikut:
1)
Enam
buah ketetapan baru yang di buat:
(a)
Pokok-pokok
Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi kehidupan
Nasional sebagai haluab Negara (Tap. No. X/MPR/1998)
(b)
Penyelenggaraan
Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (Tap. No.
XI/MPR/1998).
(c)
Pembatasan
masa Jabatan Presiden Republi Indonesia (Tap. No. XII/MPR/1998).
(d)
Penyelenggaraan
Otonomi Daerah : Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional
yang berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam rangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Tap. No. XV/MPR/1998).
(e)
Politik
ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi (Tap. No. XVI/MPR/1998).
(f)
Hak
Asasi Manusia (Tap. No. XVII/MPR/1998).
2)
Dua
buah ketetapan yang mengubah dan menambah ketetapan yang lama:
(a)
Ketetapan
tentangv Perubahan dan Tambahan atas ketetapan MPR RI No. I/MPR/1983 tentang
peraturan tata tertib MPR RI sebagaimana telah beberapa kali diubah dan
ditambahkan terakhir dengan ketetapan MPR RI No. I/MPR/1998 (Tap. No.
VII/MPR/1998).
(b)
Tap
MPR No.XIV/MPR/1998 yang mengubah dan menambah atas Tap MPR No. II/MPR/1998
tentang Pemilu.
3)
Empat
buah ketetapan yang mencabut berbagai ketetapan MPR RI, yang terdahulu/lama:
(a)
Tap
MPR No. III/V/MPR/1998 yang mencabut Tap MPR No. IV/MPR/1983 tentang Referendum.
(b)
Tap
MPR No. IX/MPR/1998 yang mencabut Tap MPR No. II/MPR/1998 tentang GBHN.
(c)
Tap
MPR No. XII/MPR/1998 yang mencabut Tap MPR No. V/MPR/1998 tentang Pemberian
Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris MPR RI dalam rangka
Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.
(d)
Tap
MPR No. XVIII/MPR/1998 yang mencabut Tap MPR No. II/MPR/ 1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan (Ekaprasetia Pancakarsa) dan penetapan tentang
Penegaraan Pancasila sebagai Dasar Negara.
h. Pemilihan
Umum 1999
Untuk
melaksanakan pemilihan umum sebagamana yang diamanatkan dalam ketetapan MPR,
Presiden Habibie menetapkan tanggal 7
Juni 1999 sebagai waktu pelaksanaannya. Untuk itu maka
Di
cabutlah lima paket undang-undang tentang politik. Yaitu undang-undang tentang
pemilu, susunan, kedudukan dan wewenag DPR/MPR, prtai politik dan Golkar,
referendum serta organisasi masa.
Sebagai
gantinya, DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru. Ketiga
undang-undang yang diratifikasi pada 1 Februari 1999 yang di tanda tangani
Habibie itu adalah undang-undang partai politik, pemilihan umum dan susunan
serta kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Larangan
undang-undang politik tersebut menggairahkan kehdupan politik di Indonesia. Hal
itu memicu munculnya prtai-prtai politik yang jumlahnya cukup banyak. Tidak
kurang dari 112 partai politik lahir. Dari sekian banyak itu, hanya 48 partai
yang berhak mengikuti pemilihan umum.
Kampanye
pemilu yang diikuti oleh 48 partai di gelar di seluruh wilayah Indonesia,
dengan pengaturan jadwal pencetakan suara, KPU kembali melakukan pengunduran
agenda. Pengunduran agenda di sebabkan oleh kondisi lapangan yang tidak
memungkinkan terlaksananya pengajuan calon anggota DPR, DPRD I, DPRD II secara
cepat. Factor utamanya karena kendala transportasi daerah daera terpencl di
Indonesia.
Pelaksanaan
pemilihan umum di perkirakan rusuh, ternyata tidak menjadi kenyataan. Selama
pemungutan suara berlangsung yaitu pada 7 Juni 1999 kondisi Indonesia relatife
aman. Pemungutan suara berakhir, KUP kembali melakukan pengunduran jadwal
penghitungan akhir.
Setelah
dilakukan penghitungan akhir oleh KPU muncullah lima partai yang memperoleh
suara terbanyak yaitu:
1)
PDI
perjuangan
2)
Partai
Golkar
3)
PKB
(Partai Kebangkitan Bangsa)
4)
PPP
(Partai Persatuaan Pembangunan)
5)
PAN
(Partai Amanat Nasional)
Sidang Umum MPR
Hasil Pemilihan Umum 1999
Setelah KPU berhasil menetapkan
jumlah anggota DPR dan MPR berdasarkan hasil pemilu tahun 1999, serta berhasil
menetapkan jumlah wakil-wakil Utusan Golongan dan Utusan Daerah maka MPR segera
melaksanakan sidang. Sidang Umum MPR tahun 1999 diselenggarakan mulai tanggal 1
sampai dengan tanggal 21 Oktober 1999. Dalam sidang umum ini berhasil
mengukuhkan Amien Rais sebagai ketua MPR dan Akbar Tanjung sebagi ketua DPR.
Dalam Sidang Paripurna MPR XII
tanggal 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban dari Presiden
Habibie melalui mekanisme voting dengan 355 suara menolak, 322 menerima, 9
abstein dan 4 suara tidak sah. Penolakan pidato pertanggungjawaban Presiden Habibie
tersebut menutup peluang dari Habibie untuk maju ke bursa pemilihan presiden di
sidang umum MPR.
Setelah pidato pertanggungjawaban
Habibie ditolak, kemudian muncul tiga nama calon Presiden yang diajukan oleh
fraksi-fraksi di MPR, yaitu Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri
dan Yusril Ihza Mahendra. Namun di saat detik-detik menjelang dilaksanakan
pemilihan Presiden melalui voting, Yusril Ihza Mahendra menyatakan mundur dari
bursa pencalonan Presiden. Oleh karena itu tinggal dua calon presiden yang maju
yaitu Megawati Soekarnoputri dan Abdurrahman Wahid. Mengingat tidak ada partai
yang menang secara mutlak maka pemilihan presiden menjadi seru dan berlangsung
panas.
Daari hasil pemilihan presiden
melalui voting, Abdurrahman Wahid terpilih menjadi presiden dengan mendapat 373
suara, mengungguli Megawati yang meraih 313 suara. Terpilihnya Abdurrahman
Wahid tidak terlepas dari maneuver politik yang digalang oleh Amien Rais melaui
Poros Tengah yang terdiri dari PAN, PK, PBB dan PPP. Kenyataan pahit dari kubu
Megawati ini membuat massa pendukungnya yaitu warga PDI Perjuangan kecewa,
sehingga meletuslah kerusuhan yang terjadi di Solo dan Bali.
Selanjutnya dilaksanakan
pemilihan wakil presiden dengan calon Megawati dan Hamzah Haz yang karena
situasi dan kondisi akhirnya Megawati memperoleh suara yang lebih unggul.
Dengan terpilihnya Megawati menjadi Wakil Presiden maka kerusuhan berhasil
diredakan. Kemudian pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden Abdurrahman Wahid dan
Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri berhasil membentuk Kabinet yang diberi
nama Kabinet Persatuan Nasional. Susunan awal dari Kabinet Persatuan Nasioanal
adalah sebagai berikut :
Menteri
Koordinator Bidang Politik dan Keamanan : Jendral Wiranto (13 Februari dinonaktifkan
Presiden Abdurrahman Wahid dan digantikan oleh Soerjadi Soedirdja)
1.
Menteri dalam negeri : Letjend. TNI Soerjadi Soerdirdja
2.
Menteri luar negeri : Dr. Alwi Shihab
3.
Menteri pertahanan : Prof. Dr. Juwono Sudarsono
4.
Menteri hukum dan
perundang-undangan : Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H. M.Sc
Menteri
koordinator bidang ekonomi, keuangan dan industri :
Drs. Kwik Kian Gie
5.
Menteri keuangan : Dr. Bambang Sudibyo, M.B.A
6.
Menteri pertambangan
dan energi : Letjend. TNI Soesilo Bambang Yudhoyono
7.
Menteri perindustrian
dan perdagangan : Drs. H.M. Yusuf Kalla
8.
Menteri pertanian : Dr. Ir. M. Prakosa, Ph.D
9.
Menteri kehutanan dan
perkebunan : Dr. Ir. Nurmahmudi Ismail, M.Sc
10.
Menteri perhubungan : Letjend. TNI Agum Gumelar
11.
Menteri explorasi laut
dan perikanan : Ir.
Sarwono Kusumaatmadja
Menteri
koordinator bidang kesejahteraan rakyat
dan
pengentasan kemiskinan : Dr. Hamzah Has
12.
Menteri tenaga kerja : Drs. Bomer Pasaribu, S.H.
13.
Menteri kesehatan : Dr. Achmad Suyudi, M.Ph.
14.
Menteri pendidikan
nasional : Dr. Yahya Muhaimin
15.
Menteri agama : Drs.K.H.M. Tolchah Hasan
16.
Menteri pemukiman dan
pengembangan wilayah : Ir. Erna Witoelar
Menteri
negara
17.
Menteri riset dan
teknologi : Dr. Muhammad AS.S. Hikam
18.
Meneg koperasi &
pengusaha kecil menengah : Drs. Zarkasih Noer
19.
Meneg lingkungan hidup : Dr. Alexander Soni Keraf
20.
Meneg otonomi daerah : Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, M.A.
21.
Meneg pariwisata dan
kesenian : Drs. H. Hidayat Jaelani
22.
Meneg penanaman modal
dan pembinaan BUMN : Ir. Laksamana Soekardi
23.
Meneg pemuda dan
olahraga : Ir. Laksamana Soekardi
24.
Meneg pekerjaan umum : Dr. Ir. Rozik Boediro Soetjipto
25.
Meneg pemberdayaan
wanita : Drs. Khofifah Indar Parawansa
26.
Meneg urusan HAM : Dr. Hasballah M. Saad
27.
Meneg transmigrasi
& kependudukan : Ir. Al Hilal Hamdi
28.
Meneg pendayagunaan
aparatur negara : Laksda Freddy Numberi
29.
Meneg masalah-masalah
kemasyarakatan : Dr. Anak Agung Gede Agung
Jaksa
agung : Marzuki Darusman, S.H.
Panglima
TNI : Laksamana Widodo AS
Sekretaris
negara : Ir. Ali Rahman
Di
samping membentuk Kabinet Persatuan Nasional yang berasal dari orang-orang
partai, Prsiden Abdurrahman Wahid juga membentuk “Dewan Ekonomi Nasional”
(DEN). Pembentukanya dimaksudkan untuk memperbaiki perekonomian Indonesia yang
belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Ketua DEN adalah Prof. Dr.
Emil Salim dengan wakil Subiyakti Tjakrawerdaya dan Sekretaris Dr. Sri Mulyani
Indraswati. Angota-angotanya antara lain: Anggito Abimanyu dan Bambang
Subiyanto.
WOOOOOOOOOOOOOOOW perfect sekali bang ;-))
BalasHapusterima kasih,,,sangat membantu sekalii
Sama-sama, semoga membantu..., jangan lupa ATM kalo mau copas,
HapusA : Amati
T : Tiru
M : Modivikasi
.
Bantu kasih +1 nya